Peran Masyarakat dalam Melawan Mafia Tambang dan Korupsi: Mengawal Hukum Demi Masa Depan Bangka Belitung (Opini)
Oleh : Rikky Fermana (Penanggungjawab KBO Babel/Ketua DPD PJS Bangka Belitung)
mediakpk.co.id – Korupsi dalam tata kelola tambang timah dan praktik tambang ilegal di Bangka Belitung telah lama menjadi momok yang menggerogoti sendi-sendi perekonomian daerah serta merusak ekosistem lingkungan. Saat Kejaksaan Republik Indonesia (RI) berani membongkar jaringan mafia tambang dan menyelamatkan potensi kerugian negara yang mencapai ratusan triliun rupiah, upaya tersebut justru mendapat perlawanan yang sistematis dan masif. Perlawanan ini dilakukan oleh para pelaku kelompok kepentingan yang mengatasnamakan masyarakat Bangka Belitung dalam jaringan mafia tambang dan penjahat lingkungan.
Kejaksaan RI telah menunjukkan keberhasilan besar dalam membongkar praktik korupsi yang melibatkan cukong-cukong tambang besar seperti Tamron alias Aon, Sugito Gunawan alias Awi, Hendri Lie dan terdakwa lainnya.
Keberhasilan ini tidak hanya membuktikan komitmen institusi tersebut dalam melindungi aset negara tetapi juga mengirim pesan bahwa keadilan tidak bisa dibeli.
Langkah hukum yang tegas terhadap lima korporasi smelter yang terlibat dalam kasus ini menunjukkan betapa pentingnya peran negara dalam menindak pelaku kejahatan ekonomi dan lingkungan. Sesuai dengan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kerugian negara akibat korupsi harus dipulihkan, dan pelaku wajib dihukum sesuai dengan kadar kejahatan mereka.
Namun, perjuangan Kejaksaan RI ini justru mendapatkan serangan balik. Salah satu serangan yang menonjol adalah pelaporan terhadap saksi ahli Bambang Hero atas tuduhan memberikan keterangan palsu di pengadilan. Padahal, kesaksiannya didukung data valid dan audit resmi. Langkah ini terkesan sebagai upaya intimidasi dan kriminalisasi untuk melemahkan proses hukum.
Namun, penting untuk dicatat bahwa keberanian Kejaksaan RI tidak hanya menjadi tonggak penegakan hukum, tetapi juga menjadi inspirasi bagi masyarakat Bangka Belitung untuk ikut serta dalam memperjuangkan keadilan.
Elemen masyarakat dari lintas generasi dan profesi yang tergabung dalam Forum Bangka Belitung Menggugat (BBM) menjadi contoh nyata bagaimana peran serta masyarakat dapat membantu pemerintah dalam melawan praktik korupsi dan kerusakan lingkungan yang telah berlangsung lama.
Vonis Ringan yang Mengusik Rasa Keadilan Kasus korupsi timah yang menyeret nama-nama besar para cukong tambang menunjukkan betapa kuat dan kompleksnya jaringan mafia tambang di Bangka Belitung. Ahli lingkungan, Bambang Hero, yang menghitung potensi kerugian negara mencapai Rp270 triliun, bahkan memperkuat temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mematok kerugian hingga Rp300 triliun.
Meski demikian, vonis ringan yang dijatuhkan kepada para terdakwa telah memunculkan pertanyaan besar tentang keberpihakan hukum.
Kejaksaan RI yang mengajukan tuntutan penggantian kerugian kepada lima korporasi perusahaan smelter sebesar ratusan triliun rupiah kini menjadi sasaran serangan oleh pihak-pihak tertentu.
Para penjahat lingkungan ini bahkan menggunakan kelompok masyarakat tertentu mengatasnamakan masyarakat Babel untuk melemahkan posisi Kejaksaan RI dengan tuduhan palsu terhadap saksi ahli di pengadilan.
Tuduhan tersebut jelas merupakan upaya membelokkan perhatian publik dan memutarbalikkan fakta hukum demi melindungi kepentingan para koruptor.
Melawan Narasi Sesat: Peran Forum Bangka Belitung Menggugat Forum Bangka Belitung Menggugat (BBM) muncul sebagai respon atas keresahan masyarakat yang peduli terhadap keberlangsungan hukum dan keadilan.
Mereka mendukung penuh langkah Kejaksaan RI dalam memberantas mafia tambang. Namun, narasi sesat yang dibangun oleh kelompok tertentu, termasuk buzzer di media sosial, berusaha mencemarkan nama baik Kejaksaan dengan tudingan bahwa institusi ini tidak netral ketika audiensi Forum BBM diterima oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung (Kejati Babel)
Dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak untuk berperan serta dalam pemberantasan korupsi.
Hal ini mencakup hak untuk mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai dugaan tindak pidana korupsi. Peran BBM sejalan dengan semangat UU tersebut, di mana mereka hadir sebagai suara rakyat untuk mendukung penegakan hukum yang adil.
Ironi Kekayaan Para Cukong Timah Salah satu narasi yang sering digunakan oleh pihak pendukung para cukong adalah klaim bahwa kekayaan mereka tidak hanya berasal dari tambang, melainkan juga dari sektor usaha bisnis lainnya seperti perkebunan sawit, tambak udang, atau properti. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas pengusaha sukses di Bangka Belitung memulai atau mengembangkan usaha bisnis lainnya dengan mengandalkan keuntungan besar dari aktivitas usaha tambang, baik yang legal maupun ilegal.
Keuntungan dari tambang ilegal ini sering kali digunakan untuk memperluas bisnis mereka ke sektor lain, sehingga tampak seolah-olah kekayaan mereka berasal dari usaha yang bersih.
Namun, tidak dapat disangkal bahwa sumber utama pendapatan mereka berasal dari praktik tambang ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.
Kerusakan Lingkungan dan Dana CSR yang Salah Sasaran Selain itu, penggunaan dana CSR dari lima perusahaan smelter yang disita oleh Kejaksaan RI juga menjadi sorotan. Selama ini dikelola terdakwa Harvey Moeis, dana tersebut lebih banyak dinikmati oleh kelompok kecil, meninggalkan masyarakat Babel dalam kesenjangan ekonomi yang mencolok.
Kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal tidak hanya merugikan ekonomi, tetapi juga merusak keseimbangan ekosistem yang menjadi sumber penghidupan masyarakat lokal. Selain itu, dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang semestinya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru hanya dinikmati oleh segelintir pihak yang terafiliasi dengan jaringan mafia tambang.
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Praktik tambang ilegal jelas bertentangan dengan semangat konstitusi ini, karena hanya menguntungkan segelintir orang sementara masyarakat luas justru menanggung dampak negatifnya.
Membangun Kesadaran Kolektif Pelemahan terhadap institusi penegak hukum seperti Kejaksaan RI harus dilihat sebagai ancaman serius terhadap keberlangsungan hukum di Indonesia.
Masyarakat Bangka Belitung perlu membangun kesadaran kolektif bahwa penegakan hukum tidak akan berhasil tanpa dukungan penuh dari rakyat.
Peran masyarakat dalam melaporkan tindak pidana korupsi dan kerusakan lingkungan merupakan bentuk pengawasan sosial yang dijamin oleh Pasal 28C ayat (2) UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Mengawal Penegakan Hukum untuk Masa Depan Bangka Belitung Langkah Kejaksaan RI yang berani membongkar jaringan mafia tambang harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat. Forum Bangka Belitung Menggugat menjadi contoh nyata bagaimana kepedulian masyarakat dapat menjadi kekuatan untuk melawan upaya pelemahan hukum.
Dalam menghadapi tantangan besar ini, kita semua memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa sumber daya alam Bangka Belitung dikelola secara bijak demi kesejahteraan rakyat.
Hanya dengan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, kita dapat memutus rantai mafia tambang dan menyelamatkan masa depan Bangka Belitung dari kehancuran lingkungan dan korupsi yang sistematis.
Upaya pelemahan terhadap Kejaksaan RI melalui serangan narasi negatif dan manipulasi hukum oleh jaringan mafia tambang harus dilawan dengan kesadaran kolektif. Dukungan masyarakat, seperti yang ditunjukkan oleh Forum Bangka Belitung Menggugat, adalah bukti bahwa masih banyak elemen yang peduli pada keadilan dan kelestarian lingkungan.
Kejaksaan RI tidak boleh surut langkah dalam menuntaskan kasus ini. Sebaliknya, institusi ini harus terus memperkuat kinerjanya dengan memanfaatkan dukungan publik dan kerangka hukum yang berlaku.
Dengan kolaborasi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, Babel dapat keluar dari cengkeraman mafia tambang dan memulihkan integritas wilayahnya demi kesejahteraan generasi mendatang.
( Redd/S.Bahri )