Media KPK
NAD-SUMUT-SUMBAR

USU dan 10 Tahun Korupsi ‘Dimaafkan’: Laporan BPK Ungkap Penyimpangan Rp28 Miliar

Medan,Media,K-PK

Oleh: Iskandar Sitorus, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW)Selama satu dekade, Universitas Sumatera Utara (USU) menjadi “panggung” penyimpangan keuangan yang tak kunjung usai.

Selama satu dekade, Universitas Sumatera Utara (USU) menjadi “panggung” penyimpangan keuangan yang tak kunjung usai.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, BPKP, dan audit internal Kemendikbud sejak tahun 2015 hingga 2024 mengungkap pola korupsi berulang yakni, dana penelitian fiktif, aset hilang, hingga pungutan liar yang melibatkan pejabat kampus.

Total kerugian negara mencapai Rp28 miliar, namun tak satu pun pelaku dihukum. Itu hal unik!

“Ini bukan kelalaian, tapi kebiasaan buruk yang sengaja dibiarkan.”

Dana fiktif Rp10,7 miliar, modus yang tak pernah usai

Pada 2015, BPK menemukan pencairan dana hibah penelitian Rp3,2 miliar tanpa bukti pertanggungjawaban.

Delapan tahun kemudian, modus serupa terulang dengan nominal lebih besar Rp7,5 miliar menguap untuk pembayaran vendor fiktif pada tahun 2022-2023. Keduanya melibatkan biro keuangan dan rektorat.

Meski BPK merekomendasikan pengembalian dana dan sanksi administratif, namun hingga tahun 2024, dana Rp10,7 miliar itu tetap tidak kembali.

“Tak ada proses hukum karena lack of political will. Rektorat seolah mencoba pertontonkan kebal hukum.”

Aset Rp15 miliar ‘hantu’ dan lahan tanpa sertifikat

Gedung laboratorium teknik senilai Rp15 miliar “tiba-tiba muncul” dalam laporan keuangan USU pada 2020.

Itu terjadi setelah BPK mempertanyakan ketiadaannya pada 2018. Namun, audit fisik tidak pernah dilakukan, apakah gedung itu benar ada?

Tak hanya itu, 2,5 hektar lahan USU di Medan Tuntungan juga tak bersertifikat.

“Ini celah untuk alih fungsi lahan ilegal. Siapa sekarang yang menguasai aset tersebut?”

Pungli jalur manditer: mahasiswa kedokteran dipalak Rp15 juta

Di Fakultas Kedokteran dan Teknik USU, calon mahasiswa jalur manditer dipaksa membayar Rp5–15 juta ke rekening panitia seleksi.

Audit Kemendikbud tahun 2021 membongkar praktik ini, tetapi pelaku hanya “diberi peringatan”.

Di program pascasarjana, skema serupa terjadi, yakni biaya administrasi tambahan yang tak tercantum dalam SK Rektor.

“Ini budaya fee under the table, yang sepertinya sudah mendarah daging.

Proyek fiktif dan mark-up: kontraktor kabur, uang ludes

Pada tahun 2018, proyek gedung laboratorium teknik di-mark-up Rp4,2 miliar. Material tak sesuai spesifikasi dan harga dibengkakkan.

Lalu pada 2022, pembangunan asrama mahasiswa dibayar lunas meski progres fisik cuma 70%. Kontraktor kabur, tapi tak ada sanksi.

Mudah sekali untuk memahami motifnya bukan?

“Modus ini berulang karena kontrak sengaja dibuat tanpa klausul penalti. Siapa yang diuntungkan?”

Dana penelitian Rp12 miliar/tahun: dosen joki laporan

Dana penelitian USU menjadi ajang pencairan fiktif.

Pada tahun 2015, ada Rp3,5 miliar dipakai untuk pelatihan dosen tanpa laporan.

Pada tahun 2023, malah 60% dana penelitian (Rp12 miliar/tahun) hilang tanpa jejak. Kok bisa iya?

“LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) seperti hanya jadi ‘ATM’ pejabat. Peneliti sungguhan malah jadi kesulitan dana.”

Rekomendasi yang diabaikan

Dari blockchain hingga audit forensik, IAW merekomendasikan empat langkah radikal:

  1. Audit forensik oleh KPK untuk proyek di atas Rp10 miliar.
  2. Digitalisasi aset berbasis blockchain untuk transparansi.
  3. Sanksi pidana untuk pelaku pungli dan mark-up.
  4. Dipublikasi LHP 10 tahun terakhir sebagai bentuk akuntabilitas.

Namun, hingga kini, rektorat USU malah menolak membuka data.

“Sepertinya mereka takut jika terungkap jaringan mafia keuangan di kampus

Sepuluh tahun temuan serupa membuktikan korupsi di USU bukan hanya sekadar pelanggaran, melainkan sudah menjadi sistemik. Jika rekomendasi terus diabaikan, kampus tertua di Sumatera ini akan menjadi “laboratorium korupsi” abadi.

“Masih adakah harapan untuk USU? Ya, jika masyarakat dan mahasiswa berani bersuara. Jangan biarkan kampus kita jadi “surga” para koruptor.”

Epilog:

Data dalam artikel ini bersumber dari LHP BPK (2015-2023), audit BPKP (2018-2021), dan investigasi IAW.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!