Ketua Umum YLPK-PERARI, Hefi Irawan S.H., MH: Jangan Sampai Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah. Jika Tak Selesai, Korban Harus Melapor ke Mabes Polri dan Menggugat Secara Perdata
Kabupaten Tangerang, mediakpk.co.id – Kasus dugaan pencabulan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di Kampung Hauan, Desa Tobat, Kecamatan Balaraja, Kabupaten Tangerang, terus menuai perhatian publik. SG, seorang karyawan PT EDS Manufacturing Indonesia (PEMI), diduga melakukan perbuatan tercela tersebut berulang kali pada November lalu. Namun hingga kini, SG masih bebas, dan penanganan kasus ini dinilai lamban. Selasa (07/01/2025)
Yang semakin memanaskan situasi adalah adanya dugaan keterlibatan aparat desa yang dianggap menghambat proses hukum. Kepala Desa Tobat disebut lebih memilih jalur musyawarah daripada langkah hukum formal, yang dianggap mencederai keadilan bagi korban.
Sementara itu, penyelidikan oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tigaraksa tampaknya berjalan di tempat, terbatas hanya pada pemeriksaan saksi. Publik mempertanyakan lambannya langkah aparat penegak hukum. “Kenapa kasus ini seperti jalan di tempat? Apakah ada upaya melindungi pelaku?” tegas Rizal, Ketua DPD YLPK-PERARI Kabupaten Tangerang.
Ketua Umum YLPK-PERARI, Hefi Irawan S.H., MH, angkat bicara, ia mengecam lambannya penanganan kasus ini. “Kejahatan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa yang harus ditangani secara serius dan tanpa pandang bulu. Jika benar ada pihak-pihak yang mencoba mengaburkan fakta atau melindungi pelaku, maka itu adalah pengkhianatan terhadap keadilan dan hak asasi korban,”ungkapnya.
Hefi menambahkan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil. “Polri harus bertindak tegas, tanpa memandang status atau pengaruh pelaku. Jangan sampai hukum di negeri ini tumpul ke atas, tajam ke bawah. Jika kasus ini terus berlarut-larut, saya mendesak keluarga korban untuk melapor ke Mabes Polri dan menggugat secara perdata demi mendapatkan keadilan,” tegasnya.
Selain itu, Hefi juga menyoroti minimnya respons dari tokoh agama dan pemimpin masyarakat setempat yang selama ini dianggap sebagai penjaga moralitas. “Ke mana suara mereka yang seharusnya berdiri di garis depan untuk membela korban? Sikap diam mereka sangat mengecewakan,” katanya.
Gelombang protes dari masyarakat semakin meluas, terutama di media sosial, yang menuntut transparansi dan langkah konkret dari pihak berwenang. “Jika hukum gagal melindungi anak-anak kita, maka apa arti keadilan di negeri ini? Polres Tigaraksa harus menjawab keresahan publik,” ujar seorang aktivis perempuan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada perkembangan signifikan dalam penanganan kasus ini. Publik terus menunggu langkah nyata dari pihak kepolisian dan pemimpin daerah dalam mengungkap kasus yang mencoreng keadilan dan hak asasi ini.
(Red)