MA Terima Audiensi PMNHI Bahas Penguatan Peran Mediator Non Hakim
mediakpk.co.id – Sejumlah isu strategis terkait pelaksanaan tugas mediator nonhakim di pengadilan menjadi pembahasan utama.
Mahkamah Agung (MA) secara resmi menerima audiensi dari Perkumpulan Mediator Non Hakim Indonesia (PMNHI) pada Rabu (26/2).
Dalam audiensi itu, dihadiri oleh perwakilan PMNHI yakni, Johan Bastian Sihite, Jose Andreawan, dan Vinito Caesar Genaro. Mereka diterima langsung oleh Koordinator Hakim Yustisial pada Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung melalui Dr. Riki Perdana Raya, S.H., M.H., bersama dengan Dr. Fikri Habibi, S.H., M.H., Dr. Dwi Rezki Sri Astarini, S.H., M.H. dan Ansari Ramadhan, S.H., M.H.
Sejumlah isu strategis terkait pelaksanaan tugas mediator nonhakim di pengadilan menjadi pembahasan utama.
Enam Poin Aspirasi PMNHI
Dalam audiensi tersebut, PMNHI menyampaikan enam poin utama terkait tantangan dan kebutuhan mediator nonhakim di Indonesia. Keenam poin tersebut meliputi:
1. Kewenangan Penunjukan Mediator Nonhakim.
PMNHI menyoroti implementasi Pasal 20 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 2016 yang selama ini dianggap membatasi hakim dalam menunjuk mediator non hakim. Akibatnya, mediator nonhakim kerap terabaikan dalam proses mediasi di pengadilan.
2. Ketidakpastian Biaya Jasa Mediator.
Ketentuan Pasal 8 ayat (2) Perma No. 1 Tahun 2016 yang menyerahkan biaya jasa mediator nonhakim pada kesepakatan para pihak dianggap kerap menimbulkan masalah di lapangan.
PMNHI mengusulkan agar Mahkamah Agung menetapkan batas minimal dan maksimal biaya jasa mediator nonhakim demi menciptakan kepastian hukum.
3. Keterbatasan Ruang Mediasi di Pengadilan.
Ruang mediasi yang terbatas di pengadilan menjadi kendala teknis yang menghambat efisiensi penyelesaian perkara melalui mediasi, mengingat dalam satu hari bisa ada 10-15 perkara yang harus dimediasi.
4. Keterbatasan Ruang bagi Co-Mediator Nonhakim.
Selaras dengan poin sebelumnya, PMNHI menyoroti aturan yang mengharuskan co-mediator nonhakim menyelenggarakan mediasi di pengadilan. Ketentuan ini dianggap tidak efektif dengan keterbatasan ruang yang ada.
5. Transparansi Pembagian Perkara.
PMNHI mengusulkan agar pembagian perkara bagi mediator nonhakim dilakukan secara transparan dan merata untuk menghindari monopoli dan ketidakadilan dalam distribusi perkara.
6. Apresiasi bagi Mediator Nonhakim Berprestasi.
PMNHI juga mengusulkan agar Mahkamah Agung memberikan penghargaan atau sertifikat bagi mediator nonhakim berprestasi, sebagai bentuk apresiasi dan motivasi kinerja.
Tanggapan dan Komitmen Mahkamah Agung Menanggapi keenam poin tersebut, Dr. Riki Perdana Raya menyampaikan bahwa Mahkamah Agung pada prinsipnya menerima dan merespons positif semua masukan yang disampaikan PMNHI.
Riki menyatakan, terkait penunjukan mediator nonhakim, Perma No. 1 Tahun 2016 sebenarnya telah mengakomodasi peran mediator non hakim. Namun, sosialisasi lebih lanjut memang diperlukan agar implementasinya di tingkat pengadilan berjalan optimal.
Terkait biaya jasa mediator nonhakim, Riki menyatakan Mahkamah Agung membuka ruang untuk mempertimbangkan pengaturan lebih rinci terkait tarif jasa mediator nonhakim, meski tetap memperhatikan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Mengenai keterbatasan ruang mediasi, Mahkamah Agung mengakui bahwa hal tersebut merupakan kendala di banyak pengadilan, namun para mediator nonhakim diingatkan bahwa mediasi di luar pengadilan juga tetap dimungkinkan selama tidak melanggar ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perma No. 1 Tahun 2016.
Untuk transparansi pembagian perkara, Mahkamah Agung menyetujui pentingnya regulasi yang mengatur hal tersebut agar pembagian perkara bagi mediator nonhakim bisa berjalan adil dan merata. Mekanisme yang bisa diterapkan antara lain sistem piket atau pembagian daftar mediator per majelis hakim.
Terakhir, Mahkamah Agung juga menyambut baik usulan pemberian penghargaan bagi mediator nonhakim berprestasi. Bentuk apresiasi ini dinilai sejalan dengan program apresiasi yang selama ini telah berlaku bagi mediator hakim.
Audiensi Berjalan Lancar, Tindak Lanjut Dirumuskan
Audiensi antara PMNHI dan Mahkamah Agung berjalan dengan baik dan penuh keterbukaan. Seluruh masukan yang disampaikan PMNHI diterima oleh Mahkamah Agung untuk didiskusikan lebih lanjut di tingkat internal melalui forum kelompok kerja (Pokja).
Diharapkan, aspirasi tersebut dapat melahirkan kebijakan yang mampu mendukung optimalisasi peran mediator nonhakim sebagai bagian penting dalam sistem peradilan Indonesia.
( Redd/S.Bahri )